Kartini Media
Sandra Dewi. Foto: Instagram

Sandra Dewi Diperiksa 10 Jam Kasus Korupsi Timah, Ditanya Soal Pencucian Uang

Artis peran sekaligus istri tersangka kasus korupsi PT Timah Tbk (TINS) Harvey Moeis, Sandra Dewi menjalani pemeriksaan kasus dugaan mega korupsi melibatkan suaminya, Harvey Moeis di Kejaksaan Agung RI (Kejagung), Jakarta Selatan, pada Rabu (15/5/2024).

Sandra Dewi diperiksa selama 10 jam atas dugaan kasus korupsi tersebut. Tak banyak kata yang disampaikan selain mengucapkan terima kasih.

“Terima kasih ya,” ujar Sandra Dewi usai menjalani pemeriksaan dikutip dari Kompas.com.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, Kuntadi menegaskan Sandra Dewi diperiksa sebagai saksi. Kejagung belum bisa memastikan apakah status Sandra Dewi akan ditingkatkan dari saksi menjadi tersangka.

Pemeriksaan Sandra Dewi terkait penelusuran pemisahan harta antara Sandra Dewi dengan suaminya, Harvey Moeis.

Hal tersebut sebagai upaya penelusuran dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam perkara tersebut.

Kejagung mengaku mengantongi beberapa bukti pendukung seperti data terkait sumber harta Sandra Dewi masih aktif bekerja sebagai pelaku seni.

Bukti tersebut akan ditelusuri untuk pendalaman kasus apakah aset yang dimiliki Sandra Dewi terkait tindak pidana korupsi ini.

"Sebagaimana kita ketahui saudara SD juga memiliki penghasilan sebagai artis, di situ juga kita akan menguji. Kita sudah punya data berapa tahun belakangan, berapa penghasilan yang bersangkutan dan kita uji apakah harta-harta yang dia miliki apakah pantas atau wajar dengan aset yang dia miliki. Tujuannya demikian," ungkap Kuntadi dikutip dari Detik.com, Rabu (15/5/2024).

Seperti diketahui, suami Sandra Dewi, Harvey Moeis, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.

Harvey ditetapkan menjadi tersangka dalam perannya sebagai selaku perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin (RBT).

Kejagung menyebut nilai kerugian ekologis dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp271 triliun berdasarkan hasil perhitungan ahli lingkungan IPB Bambang Hero Saharjo.

Nilai kerusakan lingkungan terdiri dari tiga jenis yakni kerugian ekologis sebesar Rp183,7 triliun, ekonomi lingkungan sebesar Rp74,4 triliun, dan terakhir biaya pemulihan lingkungan mencapai Rp12,1 triliun.

Kejagung menegaskan bahwa nilai kerugian tersebut masih belum bersifat final. Saat ini penyidik masih menghitung potensi kerugian keuangan negara akibat aksi korupsi itu.(*)

Artikel Terkait