Ashabul Kahfi: Angka Stunting di Indonesia Mengkhawatirkan
Indonesia masih mengalami stunting yang cukup tinggi yaitu di angka 21,7% atau urutan kedua di Asia
Syariat Islam mengatur tata cara pembagian warisan mulai dari besaran hingga siapa yang berhak menerimanya. Dalam hal ini, tidak semua ahli waris bisa mendapatkan warisan sesuai bagian semestinya karena ada perkara menghalanginya.
Perkara menyebabkan seseorang terhalang mendapat warisan ini dikenal dengan istilah al-hajb.
Dikutip dari Detik.com, penulis kitab fikih, Muhammad Jawad Mughniyah, menjelaskan dalam Al-Fiqh 'ala al-madzahib al-khamsah, al-hajb terdiri dari dua macam, yakni sama sekali tidak mendapat warisan (hajb hirman) dan terhalang pada sebagian saja (hajb nuqshan).
Orang sama sekali tidak mendapat warisan disebabkan karena ada pihak memiliki hubungan lebih dekat dengan mayit. Contohnya, seorang kakek akan terhalang mendapat warisan karena adanya ayah si mayit.
Sementara itu, jenis kedua, contohnya separuh warisan seharusnya didapat oleh suami akan berubah menjadi seperempat karena adanya anak laki-laki si mayit.
Menurut kesepakatan para ulama mazhab, ayah-ibu, anak-anak, dan suami-istri tidak akan terhalang mendapat warisan jenis pertama selama mereka ada. Sebab, mereka memiliki hubungan kekerabatan paling dekat dengan mayit tanpa perantara.
Para ulama mazhab sepakat bahwa anak laki-laki mayit akan menghalangi saudara laki-laki dan perempuan mayit mendapatkan warisan, apalagi paman mayit. Namun, anak laki-laki mayit tidak akan menjadi penghalang bagi kakek dari pihak ayah dan nenek dari pihak ibu. Demikian menurut ahlussunnah.
Lebih lanjut para ulama mazhab bersepakat, saudara laki-laki dan perempuan si mayit serta kakek dari pihak ayah akan terhalang mendapat warisan jika ada ayah dari si mayit. Sedangkan nenek dari pihak ibu, menurut ahlussunnah akan mendapat warisan sama dengan ayah, yakni seperenam, dengan catatan si mayit tidak memiliki ibu.
Dalam kitab Al Mughni karya Ibnu Qudamah dan kitab Al-Bidayah wa Al-Nihayah karya Ibnu Katsir ada pendapat menyebut nenek dari pihak ayah tidak mendapat warisan, sebab dia terhalang adanya ayah si mayit. Ini merupakan pendapat Syafi'i, Hanafi, dan Maliki.
Urutan Ahli Waris yang Paling Dekat
Masih mengacu pada sumber sebelumnya, ahli waris yang paling dekat dengan pewaris atau dalam istilah fikih disebut ashabah bi al-nafs secara berurutan sebagai berikut:
Apabila orang-orang tersebut bertemu satu sama lain dalam pembagian harta tirkah (belum dikurangi untuk kepentingan mengurus jenazah, pelunasan utang, dan pelaksanaan wasiat si mayit), maka anak laki-laki didahulukan dari ayah mayit.
Dalam hal ini, ayah mengambil bagian tetapnya saja, yakni seperenam dan sisanya diberikan kepada anak sebagai ashabah. Demikian menurut imam empat mazhab.
Sementara itu, dikutip dari nu.or.id, dalam hukum Islam ada beberapa hal menjadi penghalang bagi seseorang menerima warisan.
Dengan adanya penghalang tersebut maka seseorang semestinya bisa menerima harta warisan ditinggalkan oleh kerabatnya menjadi tidak bisa menerimanya.
Para ulama menetapkan ada 3 hal yang menjadikan seseorang terhalang untuk mendapatkan harta warisan.
Ketiga hal tersebut, sebagaimana disebutkan Dr. Musthafa Al-Khin dalam al-Fiqhul Manhaji (Damaskus: Darul Qalam, 2013, jil. II, hal. 277-279), adalah:
1. Status Budak
Orang berstatus budak, apa pun jenisnya, tidak bisa menerima harta warisan karena bila seorang budak menerima warisan maka harta warisan yang ia terima itu menjadi milik tuannya, padahal sang tuan adalah bukan siapa-siapanya (ajnabiy) orang yang meninggal yang diwarisi hartanya.
Seorang budak juga tidak bisa diwarisi hartanya karena sesungguhnya ia tidak memiliki apa-apa. Bagi seorang budak diri dan apa pun yang ada bersamanya adalah milik tuannya.
2. Membunuh
Orang membunuh tidak bisa mewarisi harta peninggalan dari orang yang dibunuhnya, baik ia membunuhnya secara sengaja atau karena suatu kesalahan.
Karena membunuh sama saja dengan memutus hubungan kekerabatan, sedangkan hubungan kekerabatan merupakan salah satu sebab seseorang bisa menerima warisan.
3. Perbedaan Agama
Orang beragama non Islam tidak bisa mendapatkan harta warisan dari keluarganya yang meninggal beragama Islam.
Juga sebaliknya seorang umat Islam tidak bisa menerima warisan dari harta peninggalan keluarganya yang meninggal tidak beragama Islam.(*)