Kartini Media
Ilustrasi pasangan melakukan kekerasan. Foto: istock

Alami KDRT, Begini Panduan Melaporkan Kasusnya ke Polisi

Ramai di media sosial belakangan ini, kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dialami selebgram sekaligus mantan atlet anggar Cut Intan Nabila. Ibu tiga anak ini mengungkap KDRT dilakukan sang suami, Armor Toreador.

Awalnya, Cut Intan Nabila berusaha menyembungikan, namun akhirnya memilih membongkar kekerasan dan perselingkuhan dialaminya melalui salah satu unggahan di akun Instagramnya /@cut.intannabila, pada Selasa (13/8/2024) siang.

Polisi telah menetapkan suami Intan Nabila sebagai tersangka dan ditahan di kantor polisi untuk pemeriksaan lanjutan.

KDRT merupakan momok mengancam keharmonisan dan keutuhan keluarga. Tindakan ini bisa dilakukan suami maupun istri, tidak bisa dibenarkan dalam kehidupan berumah tangga.

Ilustrasi kekerasan berdampak pada mental anak. Foto: istock

KDRT tidak hanya merusak hubungan antar pasangan, tetapi juga berdampak serius pada kesejahteraan mental dan fisik seluruh anggota keluarga, termasuk anak-anak.

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, KDRT didefinisikan sebagai setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

KDRT tidak terbatas pada kekerasan fisik. Hal ini bisa mencakup kekerasan psikis, seperti intimidasi atau ancaman; kekerasan seksual, termasuk pemaksaan hubungan seksual; dan bahkan kekerasan ekonomi, seperti tidak memberikan nafkah atau membatasi akses terhadap keuangan keluarga.

Perlu dipahami, KDRT bukan hanya masalah urusan rumah tangga yang harus diselesaikan di balik pintu tertutup. Ini adalah pelanggaran hak asasi manusia dan tindak pidana diatur dalam hukum Indonesia.

Korban KDRT berhak mendapatkan perlindungan hukum dan bantuan, terlepas dari status pernikahan atau hubungan dengan pelaku.

Apabila Anda atau orang terdekat mengalami kasus KDRT, segera laporkan ke polisi. Berikut panduan melaporkan kasus KDRT ke polisi, dikutip dari berbagai sumber:

  1. Korban harus melapor ke Unit Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) di Kepolisian Resor (Polres) setempat. Misal, KDRT terjadi di Jakarta Selatan, maka korban melapor ke Unit PPA Polres Metro Jakarta Selatan.
  2. Pelapor akan diarahkan melakukan visum et repertum oleh pihak berkompeten. Hasil visum dikategorikan sebagai alat bukti surat diajukan ke pengadilan dalam proses pembuktian.
  3. Hasil visum et repertum keluar dibawa kembali ke Unit PPA Polres setempat.
  4. Selanjutnya, pelapor akan dimintai keterangan sebagai saksi korban. Pelapor dianjurkan membawa bukti-bukti untuk memperkuat laporan jika punya.
  5. Jika polisi merasa sudah ada minimal dua alat bukti, pihak terlapor atau terduga pelaku KDRT bisa ditingkatkan statusnya dari saksi terlapor menjadi tersangka.

Untuk mempermudah pelapor mengikuti perkembangan penanganan kasus, jangan lupa mencatat penyidik yang menangani kasus.(*)

Artikel Terkait