Google Tergeser, Gen Z Gunakan TikTok Sebagai Mesin Pencari Informasi Online
Kebiasaan Googling kini mulai tergeser tren baru. Generasi Z atau Gen Z tumbuh di era internet mulai
Trauma karier adalah kondisi di mana seseorang mengalami tekanan dan kesulitan yang berlebihan saat bekerja. Hal ini rentan membuat orang terganggu kesejahteraan emosionalnya.
Pekerja dengan identitas terpinggirkan juga berisiko tinggi menghadapi trauma. Hal ini bisa dipicu berbagai penyebab, seperti kecelakaan kerja, diskriminasi, pelecehan, stres berlebihan, hingga berkonflik dengan rekan kerja.
Orang yang mengalami trauma karier akan mengalami beberapa hal. Gejala yang sering dialami adalah insomnia, depresi, kecemasan, dan gangguan stres pascatrauma (PTSD).
Mengutip Mayo Clinic, PTSD berdampak kepada gangguan kesehatan mental yang dipicu peristiwa menakutkan, mengalami langsung, atau melihat kejadian mencekam.
Ciri-ciri trauma karier yang pertama adalah mati rasa. Di mana sudah tak ada 'gairah' dalam melakukan pekerjaan. Mereka juga cenderung susah tidur karena beban pikiran usai bekerja.
Pekerja yang mengalami trauma karier akan sulit berkonsentrasi dalam menuntaskan tugasnya. Biasanya itu berdampak kepada ketidakmampuan mempertahankan rutinitas.
Kecemasan, serangan panik, dan depresi akan jadi sering dirasakan. Karena itu kemudian mereka akan coba sebisa mungkin menghindari teman atau keluarga. Pada puncaknya, tak jarang luapan kemarahan dan tindakan menyerang tak terduga muncul.
Kiat mencegah risiko trauma karier bisa diawali dengan perencanaan tindakan pengurangan risiko di tempat kerja. Misalnya pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja. Kondisi juga harus terus dipantau, dan memberi dukungan psikologi bagi karyawan yang mengalami trauma karier.
Trauma karier sangat memengaruhi kehidupan kerja individu yang mengalaminya. Sebagai contoh, di Amerika Serikat sekitar dua juta pekerja menjadi korban kekerasan di tempat kerja mereka tiap tahun. Diperkirakan 25 persen kasus tidak dilaporkan.