Ade Rezki: Program MBG Jadi Solusi Tepat Berantas Permasalahan Gizi di Masyarakat
Peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dimulai dari aspek fundamental, yakni pemenuhan gizi
Sheikha Hoor Al Qasimi merupakan putri kelima dari pasangan H.H Sultan bin Mohammad Al-Qasimi dengan Sheikha Moza bint Salim Al Falasi Jawahir bint Mohammed. Sejak kecil ia terlihat memiliki minat besar dalam seni. Kedua orangtuanya pun selalu mendorong minat Sheikha Hoor.
”Ayah saya sangat menyukai seni, budaya, dan sejarah. Jadi setiap kali bepergian, kami selalu mengunjungi museum. Kami mengunjungi banyak museum hingga saya tumbuh dewasa,” kenangnya.
Tak hanya sampai di situ, kedua orangtuanya pun membawa putri mereka bepergian ke berbagai belahan dunia untuk memperluas pengetahuan akan seni dan budaya.
”Ketika saya berusia 16 tahun, kami pergi ke New York dan Ayah membawa kami ke pameran Picasso di Museum of Modern Art (MoMA). Orangtua saya mendorong kami untuk mengejar perkembangan seni dan musik,” ungkap Sheikha Hoor.
Awalnya Sheikha Hoor bercita-cita ingin menjadi seorang koki. Sang ibu seringkali menanyakan kembali keseriusan Sheikha Hoor hingga pada akhirnya ia memutuskan untuk menjadi seorang arsitek dan memulai belajar melukis hingga mendapatkan gelar Bachelor of Fine Arts (BFA) dari Slade School of Fine Art di London pada 2002. Kemudian ia melanjutkan ke Royal Academy of Arts di London pada 2005, hingga pada 2008 ia mendapatkan gelar Master of Arts (MA) dalam mengkurasi seni kontemporer dari Royal College di London.
Kota yang sejak abad ke-18 diperintah dan dikuasai dinasti Al-Qasimi, kemudian berinisiasi mengadakan Sharjah Biennial, pameran seni internasional yang diselenggarakan setiap dua tahunan. Lantas, Sheikha Hoor pun diangkat sebagai kurator seni dan menjadi direktur pada Sharjah Biennial 6. Meski saat itu masih berusia 22 tahun, di bawah tangan dingin Sheikha Hoor, Sharjah Biennial telah menjadi platform yang diakui secara internasional untuk seniman kontemporer, kurator, dan produser budaya. Karena keberhasilannya pula ia terpilih sebagai Presiden Asosiasi Biennial Internasional (IBA) pada 2017, sebuah penunjukan yang mentransfer IBA pindah markas ke Sharjah.
Tak hanya di Sharjah, Sheikha Hoor juga berperan penting dalam seni dan budaya di berbagai negara. Ia adalah Ketua Dewan Penasihat untuk Sekolah Seni dan Desain, Universitas Sharjah, dan Anggota Dewan Penasihat dari Asosiasi Seniman Internasional Khoj, India dan Pusat Seni Kontemporer Ullens, Beijing. Ia juga sebagai anggota Dewan Direktur untuk MoMA PS1, New York, Institut KW untuk Seni Kontemporer, Berlin, Asosiasi Biennial Internasional, Gwangju, dan Ashkal Alwan, Beirut. Sheikha Hoor adalah perempuan Arab pertama yang ditunjuk sebagai kurator untuk Paviliun Nasional UEA la Biennale di Venezia.
Menjadi Presiden dan Direktur Sharjah Art Foundation
Pada 2009 Sheikha Hoor mendirikan yayasan Sharjah Art Foundation (SAF) sebagai katalisator dan advokat untuk seni di Sharjah, UEA baik regional maupun internasional. Ia pun memiliki peran sebagai presiden dan direkturnya. Setelah hampir 16 tahun berdiri, SAF tak henti melakukan eksperimen dan berinovasi untuk menciptakan karya seni yang kemudian dipamerkan pada pameran seni berkelas internasional yang mampu menghadirkan para seniman andal dan kurator dalam bidang seni visual, film dan musik. SAF juga berfokus untuk melahirkan seniman-seniman baru juga memberikan program pendidikan baik untuk anak-anak maupun dewasa.
Bersama dengan instalasi yang sukses seperti Rain Room, telah menempatkan UEA dengan kuat di peta sebagai salah satu pusat seni paling tangguh di dunia. Sharjah Biennial secara konsisten dinilai sebagai salah satu dari 10 Biennial teratas di dunia, yang merupakan penghargaan ketika ada ratusan pameran seni yang berlangsung setiap tahun.
Menjadikan Sharjah Destinasi Kota Seni dan Budaya
Kunjungan ke berbagai pameran seni begitu membuka mata, Sheikha Hoor mengatakan, ”Sehingga hal itu dapat mengubah saya baik sebagai seniman maupun sebagai penonton.” Hal itu pula yang membuatnya bertekad menjadikan Sharjah destinasi seni dan budaya yang mendapatkan pengakuan seperti halnya nama Dubai atau Abu Dhabi, sebuah reputasi untuk mendukung upaya seni dan budaya.(*)